Beni Ito, nama yang mungkin terdengar asing bagi sebagian besar masyarakat Indonesia, menyimpan kekayaan sejarah dan budaya Jepang yang menarik untuk diulas. Lebih dari sekadar nama, Beni Ito mewakili sebuah tradisi, sebuah seni, dan sebuah warisan yang telah dijaga dan dilestarikan selama berabad-abad. Artikel ini akan membahas secara mendalam tentang Beni Ito, mulai dari sejarahnya, proses pembuatannya, hingga kegunaannya dalam berbagai aspek kehidupan masyarakat Jepang.

Beni Ito, yang secara harfiah berarti “benang merah” dalam bahasa Jepang, merujuk pada teknik pewarnaan benang menggunakan zat warna alami yang dihasilkan dari tanaman Polygonum tinctorium. Tanaman ini, yang juga dikenal sebagai Persicaria tinctoria, telah lama digunakan di Jepang dan beberapa negara Asia Timur lainnya sebagai sumber pewarna alami. Warna merah yang dihasilkan dari tanaman ini memiliki nuansa yang unik, berkisar dari merah terang hingga merah tua yang cenderung keunguan, tergantung pada proses pewarnaan dan jenis tanaman yang digunakan. Warna merah yang dihasilkan dari tanaman ini sangat khas dan sulit untuk ditiru dengan pewarna sintetis.

Proses pembuatan Beni Ito tergolong rumit dan membutuhkan keahlian khusus yang diturunkan secara turun-temurun. Petani harus memahami teknik budidaya Polygonum tinctorium agar menghasilkan tanaman dengan kualitas terbaik. Proses penanaman, perawatan, dan pemanenan harus dilakukan dengan hati-hati agar menghasilkan zat warna yang berkualitas tinggi. Setelah panen, daun tanaman tersebut kemudian diolah melalui beberapa tahapan, termasuk pencucian, pengeringan, dan perebusan untuk menghasilkan ekstrak zat warna. Proses ini membutuhkan waktu dan kesabaran yang luar biasa.

Sejarah Beni Ito

Sejarah penggunaan Beni Ito dapat ditelusuri hingga abad ke-7 Masehi, seiring dengan berkembangnya industri tekstil di Jepang. Benang yang diwarnai dengan Beni Ito digunakan dalam pembuatan kimono, kain tenun, dan berbagai aksesori lainnya. Pada masa Edo (1603-1868), Beni Ito mencapai puncak popularitasnya. Pewarna alami ini menjadi simbol status sosial dan keindahan, seringkali digunakan dalam pembuatan kimono mewah bagi para bangsawan dan samurai. Warna merah yang dihasilkan dari Beni Ito melambangkan kehormatan, keberuntungan, dan kekuasaan.

Penggunaan Beni Ito tidak hanya terbatas pada pakaian, tetapi juga meluas pada berbagai upacara keagamaan dan adat istiadat. Misalnya, dalam upacara pernikahan tradisional Jepang, Beni Ito sering digunakan untuk menghiasi pakaian pengantin dan berbagai perlengkapan upacara lainnya. Hal ini menunjukkan betapa pentingnya Beni Ito dalam kehidupan masyarakat Jepang.

Proses pewarnaan Beni Ito
Tahapan dalam proses pewarnaan Beni Ito